Apa itu Mabrur ?

by | Apr 28, 2025 | Info

Istilah mabrur tentu sudah sangat akrab di telinga umat Islam, khususnya bagi mereka yang pernah melaksanakan ibadah haji atau umrah. Setiap muslim yang diberi kesempatan mengunjungi Baitullah pasti memiliki harapan besar untuk meraih predikat sebagai “haji mabrur” atau “umrah yang mabrur”. Kita sering mendengar ungkapan, “Sah belum tentu mabrur,” yang bermakna bahwa ibadah haji atau umrah yang sah secara syarat dan rukunnya, belum tentu dinilai mabrur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan mabrur itu?

Definisi Mabrur

Ada berbagai sumber yang menjelaskan makna dari istilah mabrur.
Secara etimologis, kata mabrur berasal dari istilah Arab “al-birru” yang berarti “kebaikan”. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa mabrur berasal dari kata “barra–yaburru–barran” yang berarti “taat” atau “berbakti”.

Dalam Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap karya Ahmad Warson Munawwir, al-birru diartikan sebagai ketaatan, kesalehan, atau kebaikan.
Sedangkan menurut Kitab Lisan Al-Arab, al-birru bisa bermakna baik, suci, dan bersih, serta bisa juga diartikan sebagai maqbul, yakni diterima.

Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mabrur mengandung arti diterimanya ibadah seorang muslim oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Haji Mabrur

Setiap muslim yang berangkat menunaikan ibadah haji tentunya bercita-cita untuk mendapatkan predikat sebagai haji yang mabrur. Namun, meraih gelar tersebut bukanlah perkara mudah. Ada perbedaan mendasar antara “sah” dan “mabrur” dalam ibadah haji.
Sah berarti gugurnya kewajiban, yakni dengan melaksanakan semua syarat dan rukun haji dengan benar. Sedangkan mabrur berarti ibadah tersebut diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seorang muslim yang telah memenuhi seluruh syarat dan rukun haji, maka hajinya dinilai sah. Tetapi, sahnya haji tidak otomatis menjamin kemabrurannya. Sebaliknya, jika syarat dan rukun haji tidak dipenuhi dengan benar, maka ibadah haji tersebut menjadi tidak sah, dan tentu tidak mungkin diterima sebagai haji mabrur.

Oleh karena itu, untuk meraih predikat haji mabrur, sahnya pelaksanaan haji menjadi syarat mutlak yang pertama harus dipenuhi.

Dalil-Dalil Tentang Haji Mabrur

Beberapa hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pendapat para ulama menjelaskan tentang keutamaan dan tanda-tanda haji mabrur.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ اللَّه: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

Yang artinya:
“Telah Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang shalih kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas di dalam hati manusia.”

(Hadits Qudsi)

Dalam hadits lain, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa:

سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: (إِيْمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ)، قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: (الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ)، قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: (حَجٌّ مَبْرُوْرٌ)

Artinya:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Amalan apa yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Setelah itu apa?’ Beliau menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah.’ Lalu ditanya lagi, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Haji yang mabrur.'”
(Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ

“Haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali Surga.”
(Hadits Riwayat Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim)

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai tanda-tanda haji mabrur, beliau menjawab:

“Memberi makan orang yang lapar dan berbicara dengan tutur kata yang baik.”

(Hadits Riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani)

Pendapat Para Ulama Tentang Haji Mabrur

Beberapa ulama besar juga memberikan penjelasan tentang karakteristik haji yang mabrur:

  • Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa haji mabrur adalah ketika seseorang pulang dari haji dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat. Tandanya adalah meninggalkan perbuatan buruk yang sebelumnya dilakukan.

  • Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan bahwa salah satu tanda diterimanya haji adalah meninggalkan kemaksiatan, mengganti teman-teman buruk dengan teman-teman yang shalih, serta mengganti majelis-majelis kelalaian dengan majelis dzikir.

  • Imam Nawawi dalam syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak disertai dosa, tidak ada riya (pamer), tidak ada sum’ah (mencari pujian), tidak ada rafats (ucapan kotor), dan tidak ada fusuq (perbuatan maksiat).

  • Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri dalam kitab Minhajul Muslimin menyatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang bersih dari dosa, dipenuhi amal shalih, dan sarat dengan kebajikan.

Penutup

Pada akhirnya, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak menilai apakah suatu ibadah haji diterima atau tidak. Para ulama hanya menyebutkan tanda-tanda dan upaya untuk meraihnya berdasarkan ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ajarkan kepada mereka.
Sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk senantiasa berdoa agar segala amal ibadah kita, termasuk haji dan umrah, diterima dengan penuh keridhaan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.