Mengaji atau membaca Al-Qur’an adalah amalan sholeh dan juga termasuk ibadah. Untuk tata cara pembacaannya, bolehkah bila seorang muslim membaca Al-Qur’an dalam hati tanpa suara?
Pada dasarnya, membaca Al-Qur’an dengan suara dikeraskan (jahr) maupun dalam hati (sirr) keduanya sama-sama dijelaskan dalam sunnah. Kedua pengamalan tersebut termaktub dalam riwayat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Namun, muslim hanya perlu menyesuaikan kondisi yang tepat untuk membaca Al-Qur’an.
Membaca Al-Qur’an yang Benar Menurut Hadits
Perkara membaca Al-Qur’an dalam hati pernah dijelaskan dalam riwayat yang diceritakan Mu’adz. Berikut bunyi riwayatnya yang dinukil dari Shahihhul Jami’ Ash Shagir.
“Orang yang menyaringkan bacaan Al-Qur’an seperti orang yang menampakkan sedekahnya dan orang yang membaca Al-Qur’an dalam hati seperti orang yang merahasiakan sedekahnya.” (HR Abu Daud, At Tirmidzi, serta An Nasa’i)
Dalam redaksi serupa, dinukil dari Ihya Ulumuddin oleh Imam Ghazali, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Kelebihan membaca secara sirr dengan membaca secara nyaring ibarat kelebihan sedekah secara tersembunyi dibandingkan sedekah secara terang-terangan.”
Sementara, perkara membaca Al-Qur’an dengan suara dinyaringkan juga dijelaskan dalam Ash Shahihain. “Allah tidak mengizinkan bagi sesuatu seperti yang diizinkan-Nya bagi seorang nabi kebagusan suara untuk melagukan Al-Qur’an dan menyaringkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Riwayat lain menyebutkan, “Yang paling disukai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membacakan Al-Qur’an dengan suara yang baik dan lembut.” (HR Bukhari dan Muslim)
Imam An Nawawi berpendapat, membaca Al-Qur’an dalam hati menjadi lebih utama bila ada kekhawatiran riya’ bagi pembacanya, mengganggu orang yang sedang salat, atau menganggu orang yang sedang tidur.
Sebaliknya, membaca Al-Qur’an dengan suara nyaring menjadi lebih afdal bila ada banyak manfaat bila didengar oleh orang lain di sekitarnya maupun bagi pembacanya. Pendapat serupa ini juga diungkap oleh Imam Al Tibi dalam Tuhfah Al Ahwazi.
“Bisa membangkitkan hari pembaca, menghimpun hasratnya untuk berpikir, memusatkan pendengaran kepada apa yang dibaca, dapat mengusir kantuk, dan menambah semangat,” jelas Imam An Nawawi yang diterjemahkan Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam buku Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Kebolehan membaca Al-Qur’an dalam hati maupun dinyaringkan terlihat dari hadits yang menunjukkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga melakukan hal serupa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia berkata, “Bacaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada malam terkadang secara nyaring dan terkadang di dalam hati.” (HR Abu Daud)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga diketahui pernah membiarkan para sahabatnya yang membaca Al-Qur’an dengan cara yang berbeda-beda. Saat itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi Abu Bakar Ash Shiddiq RA yang membaca Al Qur’an dengan suara rendah.
Lalu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi Umar bin Khattab RA yang membaca Al-Qur’an dengan suara keras. Begitu juga dengan Bilal RA yang didapati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca Al-Qur’an dengan kedua teknik tersebut.
Melihat hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Masing-masing kalian telah melakukannya dengan baik dan benar.”
Meski demikian, Syaikh dari Darul Ifta Birmingham, Mohammed Tosir Miah menambahkan, ada baiknya bila muslim yang membaca Al-Qur’an dalam hati tanpa suara tetap menggerakkan bibirnya. Menurutnya, keutamaan membaca Al-Qur’an terletak pada pelafalan lisan melalui gerakan bibir meski tanpa suara.
Hal ini disandarkannya dalam sebuah sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Barangsiapa membaca satu huruf Al-Qur’an, memperoleh satu keutamaan, setiap keutamaan dikalikan menjadi sepuluh keutamaan. Aku tidak mengatakan Alif Laam Mim satu huruf, tapi Alif satu huruf, Laam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR Tirmidzi)