Rukun haji adalah amalan-amalan pokok yang harus dilakukan dalam pelaksanaan ibadah haji. Jika salah satu dari rukun-rukun ini tidak dikerjakan, maka ibadah hajinya menjadi tidak sah atau batal. Adapun rukun haji menurut mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
-
Ihram
Yaitu berniat untuk memulai ibadah haji dari miqat yang telah ditentukan. -
Thawaf Ziyarah (Thawaf Ifadhah)
Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali setelah kembali dari Arafah, yang merupakan salah satu rukun inti dalam haji. -
Sa’i
Yaitu berjalan bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. -
Wuquf di Padang Arafah
Yaitu berdiam diri di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, mulai setelah tergelincirnya matahari hingga terbenam.
Apabila salah satu dari keempat rukun haji ini tidak dilaksanakan, maka hajinya tidak sah dan harus diulang pada tahun berikutnya jika memungkinkan.
Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah rukun haji. Misalnya, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa rukun haji hanya terdiri dari dua hal, yaitu Wuquf di Arafah dan Thawaf Ifadhah. Menurut beliau, ihram tidak termasuk rukun karena ia merupakan syarat sah haji, sedangkan sa’i dianggap sebagai wajib haji, bukan rukun.
Di sisi lain, Imam Asy-Syafi’i menyebutkan bahwa rukun haji berjumlah enam, yaitu:
-
Ihram
-
Thawaf
-
Sa’i
-
Wuquf di Arafah
-
Mencukur atau memotong rambut
-
Tertib (mengurutkan rukun-rukun sesuai ketentuannya)
Pendapat ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Kitābul Fiqh ‘Alā Madzhāhibil Arba‘ah (1/578).
Wajib Haji
Berbeda dengan rukun, amalan wajib dalam haji adalah amalan yang harus dilakukan, namun jika ditinggalkan tidak membatalkan haji, melainkan dikenakan dam (denda). Berikut adalah amalan-amalan yang termasuk dalam kategori wajib haji:
-
Memulai ihram dari miqat yang telah ditentukan.
-
Melaksanakan wuquf di Arafah hingga matahari terbenam.
-
Mabit (bermalam) di Muzdalifah hingga melewati tengah malam.
-
Mabit di Mina pada malam-malam hari tasyrik.
-
Melempar jumrah sesuai dengan waktunya.
-
Mencukur atau memotong rambut sebagai bentuk tahallul.
-
Melakukan thawaf wada sebelum meninggalkan Makkah.
Syarat Wajib Haji
Seseorang tidak diwajibkan untuk melaksanakan haji kecuali jika ia memenuhi syarat-syarat berikut:
-
Islam – Orang kafir tidak dikenai kewajiban haji.
-
Berakal – Orang yang tidak waras tidak wajib berhaji.
-
Baligh – Anak-anak belum terkena kewajiban ini.
-
Mampu – Baik secara fisik, finansial, maupun keamanan dalam perjalanan.
Mewakilkan Haji untuk Orang Lain
Seseorang tidak diperbolehkan untuk mewakilkan ibadah hajinya kepada orang lain sebelum ia melaksanakan haji untuk dirinya sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:
“حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْهُ”
“Berhajilah untuk dirimu sendiri, kemudian engkau berhajilah untuknya.”
Haji bagi Anak yang Belum Baligh
Anak-anak yang belum mencapai usia baligh tidak diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji. Namun apabila seorang anak telah melaksanakan haji, maka hajinya tetap sah dan bernilai ibadah, walaupun tidak menggugurkan kewajiban hajinya setelah baligh.
Hal ini sebagaimana dalam riwayat dari Ibnu ‘Abbās ra, bahwa Rasulullāh ﷺ bertemu dengan sekelompok orang di kawasan Ar-Rauḥāʼ. Beliau bertanya:
“Siapakah kalian?”
Mereka menjawab: “Kami adalah kaum muslimin.”
Kemudian mereka balik bertanya: “Siapakah engkau?”
Beliau menjawab: “Aku adalah Rasulullāh.”
Lalu ada seorang anak perempuan yang masih kecil bertanya:
“Apakah ini yang disebut haji?”
Maka Rasulullāh ﷺ menjawab:
“نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ”
“Ya, dan bagimu pahala.”
(Hadits Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Dāwud, dan An-Nasā’ī. Dishahihkan oleh At-Tirmiżī.)