Bagi seorang perempuan, datangnya haid atau menstruasi adalah proses alami yang pasti dialami ketika telah mencapai usia baligh. Umumnya, siklus menstruasi terjadi setiap bulan, meskipun waktunya bisa berbeda-beda pada setiap perempuan—ada yang teratur dan ada pula yang tidak. Lama perdarahan saat haid juga bervariasi, mulai dari empat hari hingga dua minggu. Oleh sebab itu, wajar jika seorang perempuan yang akan melaksanakan ibadah haji merasa khawatir apabila mengalami menstruasi di tengah pelaksanaan ibadah tersebut.
Hal ini disebabkan karena ibadah haji memiliki sejumlah rangkaian ritual yang menuntut pelakunya berada dalam keadaan suci. Jika seorang perempuan mengalami haid saat menunaikan ibadah haji, maka ada beberapa ibadah yang masih boleh dilaksanakan, seperti Sa’i antara bukit Shafa dan Marwa, wukuf di Arafah, bermalam (mabit), melempar jumrah, serta tahallul (memotong rambut). Selain itu, berdzikir dan berdoa juga diperbolehkan. Namun demikian, perempuan yang sedang haid dilarang untuk melaksanakan thawaf, shalat (baik wajib maupun sunnah), membaca Al-Qur’an, dan berdiam diri dalam waktu lama di dalam Masjidil Haram. Padahal, thawaf ifadhah adalah salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, maka hajinya dianggap tidak sah. Oleh karena itu, penting bagi para perempuan yang berhaji untuk mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan jika mengalami haid saat melaksanakan ibadah haji.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah apabila darah haid berhenti sementara saat memasuki waktu thawaf, maka perempuan tersebut dianjurkan untuk segera bersuci, yaitu mandi besar dan berwudhu, lalu melaksanakan thawaf sebelum darah haid keluar kembali.
Solusi berikutnya adalah meminta bantuan orang lain untuk mewakilkan thawaf ifadhah. Dalam kondisi tertentu, thawaf ini dapat diwakilkan oleh orang lain. Caranya, orang yang mewakilkan harus terlebih dahulu melakukan thawaf tujuh putaran untuk dirinya sendiri, kemudian melanjutkan dengan tujuh putaran lagi untuk orang yang diwakilkan, dengan mengikuti aturan thawaf yang benar, yaitu dimulai dari Hajar Aswad dan mengelilingi Ka’bah tanpa memotong Hijr Ismail. Namun, jika seseorang tidak melaksanakan thawaf ifadhah tanpa alasan yang dibenarkan, maka ia akan dikenai denda atau dam.
Selain itu, perempuan juga dapat melakukan persiapan sebelum berangkat haji untuk mencegah keluarnya darah haid, salah satunya dengan mengonsumsi obat atau melakukan penyuntikan penunda haid. Meskipun terdapat pendapat yang menyatakan bahwa tindakan ini kurang tepat karena dianggap menolak kodrat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun mengingat bahwa kesempatan berhaji tidak mudah dan bisa jadi hanya datang sekali seumur hidup, maka ada pendapat lain yang membolehkan penggunaan obat penunda haid dengan tujuan agar ibadah haji dapat ditunaikan secara sempurna. Terlebih dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan” (QS. Al-Baqarah: 185).
Mereka yang memiliki siklus menstruasi yang panjang tentu lebih berisiko mengalami haid saat pelaksanaan haji. Oleh karena itu, penggunaan obat penunda haid masih diperbolehkan selama tujuannya murni untuk melancarkan ibadah, dengan tetap memperhatikan pengawasan medis. Perlu diketahui bahwa obat-obatan tersebut dapat memberikan efek samping, seperti nyeri, mual, pusing, atau bahkan mengganggu keseimbangan hormon yang menyebabkan siklus haid menjadi tidak teratur. Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter sangat dianjurkan sebelum memutuskan untuk mengonsumsi obat tersebut.
Alternatif lainnya adalah dengan mempelajari dan memantau siklus menstruasi secara mandiri menggunakan metode kalender atau berkonsultasi secara rutin dengan dokter agar dapat memprediksi masa haid dan mempersiapkan diri dengan lebih baik.
Di atas semua usaha tersebut, penting untuk kita pahami dan tanamkan dalam diri bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun segala ikhtiar telah dilakukan—mulai dari penggunaan obat hingga konsultasi medis—jika Allah berkehendak lain, maka hal tersebut pasti terjadi. Maka dari itu, kunci utamanya adalah menjaga niat, berprasangka baik kepada Allah, serta memperbanyak doa agar seluruh rangkaian ibadah haji dapat dijalani dengan lancar dan khusyuk.
Demikianlah beberapa langkah dan solusi dalam menghadapi hadast, khususnya haid, saat menunaikan ibadah haji. Semoga informasi ini bermanfaat bagi para calon jamaah haji, khususnya para perempuan.