Dalam ajaran Islam, selain pembagian hukum yang jelas antara halal dan haram, terdapat satu istilah penting yang juga perlu dipahami oleh setiap Muslim, yaitu syubhat. Istilah ini tidak kalah penting dalam kehidupan sehari-hari, karena menyangkut sikap hati-hati seorang Muslim dalam menjalankan syariat.
Secara bahasa, syubhat berarti sesuatu yang gelap, kabur, samar, atau tidak jelas statusnya—terutama dalam hal apakah sesuatu itu halal atau haram. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), syubhat didefinisikan sebagai keadaan yang menimbulkan keragu-raguan atau kekurangjelasan terhadap suatu hal, seperti status kehalalan atau keharamannya. Kata kerja dari istilah ini adalah “bersyubhat”, yang berarti bersikap ragu atau tidak yakin terhadap suatu perkara.
Mengapa Syubhat Bisa Terjadi?
Syubhat muncul karena status hukum suatu perkara belum sepenuhnya jelas, apakah dibolehkan (halal) atau dilarang (haram). Keraguan ini bisa disebabkan karena kurangnya dalil yang pasti dari Al-Qur’an maupun hadits, atau karena adanya campuran unsur halal dan haram dalam satu perkara.
Menurut Fahrur Mu’is dan Muhammad Suhadi dalam buku 40 Pesan Nabi Untuk Setiap Muslim, perkara syubhat merupakan hal yang masih diperselisihkan hukumnya. Artinya, suatu perkara belum mendapat kejelasan hukum yang disepakati oleh para ulama.
Contoh perbedaan yang sangat jelas: buah kurma dan apel secara tegas halal dikonsumsi, sementara daging babi dan bangkai haram dimakan. Sedangkan perkara yang masuk kategori syubhat masih berada di wilayah abu-abu; belum dapat dipastikan status halalnya atau haramnya.
Dalam buku Rahasia Halal Haram karya Imam Al-Ghazali, dijelaskan bahwa Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah memberi peringatan kepada umatnya agar menjauhi perkara-perkara syubhat. Tujuannya adalah menjaga kesucian agama dan kehormatan diri seseorang.
Hadits Tentang Syubhat
Dari An-Nu’man bin Basyir raḍiyallāhu ‘anhumā, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat—yang masih samar—yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan, dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Apa Penyebab Suatu Perkara Menjadi Syubhat?
Imam Al-Ghazali dalam bukunya menyebutkan dua penyebab utama munculnya perkara syubhat:
1. Keraguan Terhadap Sebab yang Menghalalkan atau Mengharamkan
Ini terjadi ketika suatu perkara berada di tengah antara dua kemungkinan: halal atau haram. Jika dua kemungkinan itu sama kuat, maka hukum kembali pada hukum asalnya. Ada empat bentuk situasi yang dapat memunculkan keraguan ini:
-
Perkara yang asalnya haram, lalu muncul kemungkinan ia sudah menjadi halal.
-
Perkara yang asalnya halal, tetapi kemudian muncul dugaan adanya unsur keharaman.
-
Perkara yang asalnya haram, namun muncul sebab baru yang dapat membuatnya menjadi halal.
-
Perkara yang asalnya halal, tetapi kemudian diragukan kehalalannya karena ada dugaan kuat terhadap unsur haram.
2. Terjadinya Pencampuran Antara Halal dan Haram
Kadang suatu perkara menjadi syubhat karena adanya unsur halal dan haram yang tercampur. Campuran ini bisa terjadi dalam jumlah tidak menentu dan sulit dibedakan, baik dari sisi bahan maupun prosesnya. Dalam kondisi demikian, seseorang dituntut untuk lebih berhati-hati.
Macam-Macam Syubhat dan Contohnya
Agar lebih mudah dipahami, berikut beberapa contoh perkara syubhat yang dikutip dari buku Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali serta Cahaya Nabawiy Menuju Ridho Ilahi terbitan Yayasan Sunniyah Salafiyah:
1. Perkara Haram yang Diragukan Kehalalannya
Contohnya adalah seseorang yang memanah hewan buruan. Hewan itu jatuh ke dalam air dan mati. Tidak diketahui pasti apakah kematiannya karena panah atau tenggelam. Karena asal hukumnya bangkai adalah haram, maka hewan tersebut dianggap haram.
2. Perkara Halal yang Diragukan Keharamannya
Misalnya, seorang pria ragu apakah ia telah menjatuhkan talak kepada istrinya. Jika tidak ada keyakinan bahwa talak telah terjadi, maka istrinya tetap halal baginya. Contoh lain adalah seseorang yang telah berwudhu namun ragu apakah wudhunya telah batal. Selama tidak ada kepastian bahwa ia batal, maka wudhunya tetap sah.
3. Perkara Haram yang Diduga Sudah Menjadi Halal
Seperti seseorang yang memanah hewan, lalu baru menemukannya mati di tempat lain dengan luka panah. Jika tanda-tanda menunjukkan bahwa kematiannya karena panah, maka hewan itu halal dimakan. Namun jika ada kemungkinan kuat bahwa ia mati karena sebab lain, maka tetap dihukumi haram.
4. Perkara Halal yang Diragukan karena Dugaan Unsur Haram
Contohnya adalah air dalam bejana yang dicurigai terkena najis. Jika ada tanda-tanda yang mendukung dugaan itu, maka air tersebut tidak boleh digunakan karena statusnya menjadi tidak suci.
Penutup
Perkara syubhat menuntut kehati-hatian. Menghindarinya adalah bentuk keseriusan seorang Muslim dalam menjaga kehormatan dirinya dan keutuhan agamanya. Sikap ini mencerminkan rasa takut kepada Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā dan komitmen dalam menjalani kehidupan sesuai tuntunan syariat.
Wallāhu a‘lam.