Makna Filosofi Ketupat dalam Tradisi Lebaran

by | Aug 24, 2023 | Info

Setiap kali Lebaran tiba, makanan khas yang selalu menjadi ikonnya adalah ketupat dengan sajian sayur opor ayam sebagai pelengkap. Tapi, mengapa Lebaran selalu identik dengan ketupat? Di balik tradisi ini, terdapat filosofi dan makna yang mendalam yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia.

Rosidin dalam bukunya “Mata Air Dakwah” mengulas tentang filosofi ketupat yang melekat saat Lebaran datang. Dalam masyarakat Jawa, mereka percaya bahwa Sunan Kalijaga adalah orang yang pertama kali memperkenalkan ketupat. Kata “kupat” dalam bahasa Jawa adalah singkatan dari “ngaku lepat,” yang berarti mengakui kesalahan.

Dengan demikian, ketupat memiliki makna untuk mengajarkan tentang mengakui kesalahan kepada orang lain dengan tulus, daripada menunggu orang lain meminta maaf kepada kita. Ini adalah panggilan untuk memiliki sifat rendah hati dan mengakui kesalahan kita.

Tidak hanya dari arti kata “ketupat” saja yang memiliki makna filosofis, tetapi bungkus ketupat atau yang biasa disebut “janur” juga memiliki arti yang mendalam. Dalam bahasa Jawa, “janur” merupakan singkatan dari “sejatine nur,” yang berarti “cahaya telah tiba” dalam bahasa Arab, “ja’a nur”.

“Janur” menjadi simbol dari kesucian rohani yang tercermin dalam warna putih ketupat ketika dibelah. Hal ini mengingatkan kita untuk menjaga kesucian hati dan jiwa kita masing-masing.

Bentuk dari ketupat, yaitu segi empat, diartikan sebagai satu pancer atau arah mata angin. Hal ini menandakan bahwa apapun profesi dan status sosial yang kita miliki, pada akhirnya kita semua dituntut menuju satu arah yang sama, yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Setelah memahami arti luaran dan isi dari ketupat, penting juga untuk memahami isian ketupat. Beras menjadi isian dari ketupat karena merupakan doa dan harapan kita agar setelah Hari Raya Idul Fitri dan saling bermaafan, kita semua dianugerahi kesejahteraan hidup oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

Beras juga menjadi simbol dari kemakmuran dan kesejahteraan. Ketika beras yang awalnya terpisah kemudian digabung menjadi satu dalam bentuk ketupat, hal ini mengajarkan tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dalam ukhuwah Islamiyyah.

Husnaini dalam bukunya “Hidup Sepenuh Berkah” juga menjelaskan makna dari ketupat. Ketupat diibaratkan sebagai simbol nafsu dunia yang harus diendalikan dengan hati nurani. Memahami arti ini mengingatkan kita tentang esensi dari ibadah puasa, yaitu mengendalikan nafsu dan mengekang hawa nafsu dengan kesucian hati.

Anyaman janur yang rumit pada ketupat melambangkan berbagai macam kesalahan manusia. Tradisi mengantarkan ketupat ke rumah tetangga dan sanak saudara menjadi simbol pengakuan kesalahan dan permintaan maaf.

Saat ketupat dibelah, isinya berwarna putih yang menggambarkan hati yang bersih dan suci. Ini mengajarkan bahwa setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan dan saling bermaafan, manusia kembali pada fitrahnya semula.

Kupat atau ketupat memiliki makna “laku sing papat,” yaitu “lebar, lebur, luber, dan labur.” Lebar berarti berhasil menuntaskan ibadah puasa dengan sempurna, lebur berarti terhapusnya segala dosa di masa lalu, luber berarti limpahan pahala ibadah dan kebaikan dari Allah Subhanahu wa ta’ala, dan labur berarti bersihnya diri dan cerahnya hati karena berhias akhlak mulia setelah menjalankan berbagai ibadah selama Ramadan.

Dalam tradisi Lebaran yang identik dengan ketupat, terdapat pesan moral dan nilai-nilai Islami yang mendalam. Dalam mengonsumsi ketupat dan bermaafan di Hari Raya Idul Fitri, mari kita kembali pada fitrah kita sebagai manusia yang berakal dan memiliki hati nurani, menjaga ukhuwah Islamiyyah, dan mengendalikan nafsu dunia dengan kesucian hati.