Bagaimana Hukum Pengambilan Batu Selain Di Muzdalifah?

by | May 10, 2025 | Info

Dalam pelaksanaan puncak ibadah haji, khususnya saat prosesi melontar jumrah, sering kali muncul pertanyaan dari para jemaah terkait asal batu yang digunakan dalam ibadah tersebut. Pasalnya, setiap tahun jutaan jemaah dari seluruh penjuru dunia datang ke Baitullah untuk menunaikan rukun Islam kelima ini. Dengan jumlah jemaah yang sangat besar, tentu tidak sebanding dengan jumlah batu yang tersedia di Muzdalifah, tempat yang dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.

Secara umum, jemaah haji yang melakukan nafar awal memerlukan kurang lebih 49 batu per orang, sementara mereka yang mengambil pilihan nafar tsani membutuhkan sekitar 70 batu per orang. Lalu, bagaimana hukumnya jika batu yang digunakan untuk melontar jumrah tidak diambil dari Muzdalifah?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa sebaik-baiknya batu yang digunakan untuk melontar jumrah adalah yang berasal dari tanah Muzdalifah. Hal ini sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dalam pelaksanaan haji beliau, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bermalam (mabit) di Muzdalifah hingga waktu Subuh, kemudian melanjutkan perjalanan ke Mina dan melakukan pelontaran jumrah dengan batu yang diambil dari Muzdalifah. Teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini menunjukkan bahwa mengambil batu dari Muzdalifah merupakan pilihan paling utama atau yang paling afdal.

Namun demikian, ada pula pendapat dari sebagian ulama yang membolehkan penggunaan batu dari wilayah lain yang masih termasuk dalam kawasan masya’ir. Wilayah masya’ir ini mencakup Arafah, Muzdalifah, Mina, dan seluruh area yang termasuk dalam tanah haram Mekah. Artinya, jemaah tetap diperbolehkan menggunakan batu dari tempat-tempat tersebut untuk melontar jumrah.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kondisi di Muzdalifah saat malam puncak haji sangat padat dan ramai. Tidak sedikit jemaah yang kesulitan bahkan tidak sempat mengambil batu karena keterbatasan waktu dan kepadatan massa. Oleh karena itu, para ulama membolehkan jemaah mengambil batu dari wilayah lain yang masih berada dalam cakupan masya’ir, seperti di Mina atau bahkan di sekitar tempat pelontaran. Kendati demikian, penting untuk dicatat bahwa batu yang sudah pernah digunakan untuk melontar atau yang berada di dalam bak pelontaran tidak boleh dipakai kembali. Begitu pula batu yang diambil dari luar wilayah masya’ir, apalagi jika berasal dari tanah air atau negara asal jemaah, hukumnya tidak diperbolehkan untuk digunakan dalam prosesi melontar jumrah.