Apa yang Dimaksud dengan Uququl Walidain?

by | Dec 5, 2024 | Info

Uququl walidain adalah istilah dalam ajaran Islam yang secara khusus merujuk pada perilaku durhaka terhadap kedua orang tua. Perilaku ini mencakup segala bentuk tindakan atau ucapan yang menyakiti hati mereka, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis. Islam mengajarkan bahwa orang tua memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia, sehingga mendurhakai mereka dipandang sebagai salah satu dosa besar yang dilarang keras.

Dalam perspektif agama Islam, perilaku durhaka ini tidak hanya terbatas pada tindakan kasar, seperti membentak atau bersikap tidak sopan, tetapi juga mencakup hal-hal yang mungkin tampak sepele, seperti ucapan yang bernada merendahkan, ekspresi ketidakpedulian, atau tidak memenuhi kewajiban sebagai anak. Oleh karena itu, memahami secara mendalam apa saja yang tergolong dalam perilaku uququl walidain menjadi sangat penting bagi setiap Muslim. Dengan pemahaman ini, kita dapat lebih berhati-hati dalam bersikap dan berbicara kepada orang tua, serta berusaha untuk selalu berbakti kepada mereka, sebagaimana diajarkan dalam nilai-nilai Islam.

Apa yang Dimaksud dengan Uququl Walidain?

Uququl walidain merujuk pada segala bentuk perbuatan atau perkataan anak yang menyakiti hati kedua orang tuanya.

Uququl walidain merupakan tindakan yang sangat tercela dalam Islam, mencakup segala perbuatan atau perkataan yang dapat menyakiti hati dan perasaan orang tua.

Hal ini tidak hanya terbatas pada tindakan kasar secara fisik, namun juga meliputi sikap, tutur kata, dan perilaku yang dapat menyinggung atau melukai perasaan kedua orang tua.

Setiap gerak-gerik dan ucapan seorang anak yang dapat menimbulkan kesedihan, kekecewaan, atau rasa sakit hati kepada orang tuanya termasuk dalam uququl walidain.

Seperti yang dijelaskan Ahmad Isa Asyur dalam bukunya Berbakti kepada Ayah Bunda, Islam sangat melarang segala bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahkan mengategorikan perbuatan ini sebagai dosa besar. Dalam suratnya kepada penduduk Yaman, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,

“Salah satu dosa kabair yang terbesar di sisi Allah pada hari Kiamat adalah menyekutukan Allah, membunuh seorang mukmin secara tidak sah (menurut syariat), melarikan diri dari medan jihad fi sabilillah pada waktu penyerbuan, mendurhakai orang tua, menuduh perempuan suci melakukan perbuatan keji, belajar ilmu sihir, makan uang riba, dan makan harta anak-anak yatim,” (HR Ibnu Hibban).

Fida’ Abdillah dan Yusak Burhanudin dalam buku Akidah Akhlak berpendapat bahwa perbedaan pendapat antara anak dan orang tua yang hanya tersimpan dalam hati tanpa diungkapkan, adalah hal yang manusiawi.

Jadi, selama seorang anak mampu menjaga sikap dan tindakannya, ia tidak dapat dikategorikan sebagai durhaka, karena kedurhakaan adalah perilaku nyata, bukan sekadar perasaan dalam hati yang sulit dikendalikan manusia.