Belajar Al-Qur’an, membacanya secara rutin, memahaminya, dan menerapkan petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya, akan membawa seseorang menuju kebahagiaan. Hal ini merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dikutip dari buku Rahasia Nama dan Sifat Al-Qur’an oleh Ali Zainal Abidin Al-Habsyi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
إِنْ أَرَدْتُمُ عَيْشَ السُّعَدَاءِ ، وَمَوْتَ الشُّهَدَاءِ ، وَالنَّجَاةَ يَوْمَ الحَسْرَةِ ، وَالظَّلَّ يوم الحَرُورِ ، وَالهُدَى يومَ الضَّلَالَةِ ، فَادْرُسُوا القُرْآنَ : فَأَنَّه كلامُ الرَّحْمَانِ، وَحِرْزُ مِنَ الشَّيْطَانِ ، وَ رُبْحَانٌ فِي المِيزَانِ.
Artinya: “Jika kalian menginginkan kehidupan orang-orang yang bahagia, kematian para syuhada, keselamatan di hari penyesalan, naungan di hari yang panas dan petunjuk di hari kesesatan maka hendaknya kalian mempelajari Al Qur’an karena sesungguhnya ia adalah Kalam Allah Yang Maha Rahman, perisai dari setan dan pemberat (amalan) di timbangan.”
Di lain kesempatan, Imam Ali RA berpesan tentang Al Qur’an dalam sebuah pidatonya,
وتَعَلَّمُوا القُرْآنَ فَإِنَّهُ رَبِيعُ الْقُلُوبِ، وَاسْتَشْفِعُوا بِنُورِهِ فَأَنَّهُ شِفَاءُ الْصُدُورِ، وأَحْسِنُوا تِلاوَتَهُ فأَنّه أَنْفَعُ القَصَصِ، فَإِنَّ الْعَالِمَ العَامِلَ بِغَيْرِ عِلْمِهِ كَالْجَاهِلِ الحَائِرِ الذي لا يَسْتَفِيقُ مِنْ جَهْلِهِ بَلْ الحُجَّةُ عليهِ أَعْظَمُ ، وَالْحَسْرَةُ لَهُ أَلْزَمُ، وَهُوَ عِندَ اللَّهِ أَلْوَمُ .
Artinya: “Dan pelajarilah Al Qur’an karena ia adalah kesuburan bagi hati. Dan mintalah kesembuhan dengan cahayanya sebab ia adalah kesembuhan dada (jiwa). Dan perbaguslah bacaannya, sebab ia kisah paling manfaat. Karena sesungguhnya orang yang alim tentangnya yang mengamalkan dengan dasar selain ilmunya bagaikan orang yang bodoh yang kebingungan yang tidak sadarkan diri dari kebodohannya, bahkan hujah atasnya lebih besar dan penyesalan baginya lebih lekat dan ia di sisi Allah lebih tercela.”
Lantas, apa yang dimaksud kebahagiaan dalam Al-Qur’an ini?
Sebagaimana dikutip dari buku Manajemen Pendidikan Islam (Konsep, Prinsip, Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan Islam) oleh Abu Bakar Dja’far dan Yunus, kebahagiaan menurut Imam Al-Ghazali adalah penyatuan antara ilmu, amal, rohani, dan jasmani.
Apabila seseorang mengamalkan ilmu agama yang didapat tentang perilaku sosial, politik, syariah, ekonomi, dan lain sebagainya, dengan jasmani dan hati yang selalu terpaut dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia akan mendapat kebahagiaan tersebut.
Bagaimana tidak? Jika seorang senantiasa mengamalkan ajaran kehidupan yang tertuang di dalam Al-Qur’an, seperti berlaku jujur, sering silaturahmi, berkata yang baik, tolong menolong, tidak berbuat maksiat, tentu saja Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mencurahkan rahmat-Nya.
Kehidupan yang ia lalui tentu akan terasa sangat damai, sejahtera, aman, dan nyaman. Akhirnya, ia akan mendapatkan kebahagiaan tersebut. Apalagi, dengan menaati perintah-Nya di dalam Al-Qur’an, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan jaminkan surga untuknya.
Sementara itu, Nuratika dalam bukunya Jadikan Allah Sebagai Sandaran: Motivasi Hidup dalam Perspektif Islam Berdasarkan Filosofi Kehidupan menuliskan bahwa kebahagiaan duniawi, yakni yang bersumber dari selain Al-Qur’an dan diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan perintah agama, tidaklah kekal dan bukan bahagia yang sebenarnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah An-Nahl (16) ayat 96 yang berbunyi,
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٦
Artinya: Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.
Oleh sebab itu, seorang muslim tidak seharusnya merasa susah apabila tidak memiliki pangkat, jabatan, derajat, atau harta di dunia ini. Sebaiknya, ia memperbanyak bersyukur dan mengamalkan semua perintah-Nya dalam Al-Qur’an sehingga mendapat kebahagiaan akhirat.