Islam adalah agama yang komprehensif, mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk hubungan suami istri. Keharmonisan rumah tangga adalah salah satu kunci kebahagiaan dan ketenteraman hidup. Oleh karena itu, dalam Islam, terdapat sejumlah adab yang harus dijaga oleh suami dan istri dalam menjalani kehidupan bersama. Berikut ini adalah beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh suami dan istri menurut ajaran Islam.
Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia bertanggung jawab atas apa-apa yang dipimpinnya.” (HR Bukhari)
Pernikahan merupakan ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Termaktub dalam Al-Qur’an surat An Nisa ayat 1, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui beberapa hadits juga menjelaskan anjuran untuk menikah. Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu mencari nafkah hendaknya segera menikah, karena pernikahan itu lebih mampu merendahkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu untuk itu hendaknya ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu meredakan dorongan syahwat-nya.”
Menikah juga menjadi salah satu sunnah, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Menikah adalah bagian dari sunnahku, maka barangsiapa tidak melakukannya maka dia bukan dari golonganku.”
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 442) menjelaskan mengenai apa saja adab seorang suami terhadap istrinya.
“Adab suami terhadap Istri, yakni: berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri.”
Adab Hubungan Suami Istri
Merangkum buku Ketika Suami Istri Hidup Bermasalah karya Adil Fathi Abdullah, dijelaskan beberapa adab suami istri dalam berumah tangga.
- Berdoa Meminta Keberkahan
Memohon ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala hendaknya dimulai sejak pasangan suami istri baru resmi menikah. Doa memohon keberkahan bisa dilafalkan saat usai mengucapkan ijab qabul.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian menikahi wanita maka sentuhlah ubun-ubun kepalanya dan sebutlah Allah Azza Wa jalla dan berdoalah atas keberkahan. ‘Ya Allah kami memohon kepadamu akan kebaikannya dan kebaikan wataknya (sifat-sifatnya) dan aku berlindung kepadamu dari keburukan dan keburukan sifat-sifatnya.”
- Adab Sebelum Jima’
Islam memerintahkan seorang suami untuk memperhatikan perasaan dan emosi istri sebelum menggaulinya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan adanya anjuran untuk seorang suami yang akan menyetubuhi istrinya, hendaklah memulai dengan senda gurau, rayuan, dan semacamnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Seandainya seorang dari kalian menyetubuhi istrinya hendaklah berdoa, ‘Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah (juga) setan dari keturunan yang Kau anugerahkan kepada kami, maka jika Allah mengaruniakan kepada keduanya seorang anak, niscaya anak itu akan terjaga dari gangguan setan.”
- Adab Setelah Melakukan Hubungan Suami Istri
Al-Ghazali RA berkata, “Kemudian setelah itu, apabila merasa telah selesai serta mencapai kepuasan, hendaknya dia menunggu sejenak sampai istrinya pun mencapai kepuasannya. Sebab, ada kalanya kepuasan sang istri lebih lambat datangnya daripada sang suami, karenanya dia harus membangkitkan nafsu istrinya, apalagi mengabaikan keinginannya maka berarti telah menyakitinya.”
Setelah melakukan hubungan suami istri, dalam Islam diperbolehkan untuk tidak langsung mandi.
Suami istri diperbolehkan langsung tidur, tetapi disunnahkan untuk berwudhu sebelum tidur.
Aisyah RA pernah ditanya, “Apakah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam keadaan junub?” Apakah beliau mandi sebelum tidur atau tidur sebelum bersuci?”
Aisyah menjawab, “Kedua-duanya pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ada kalanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersuci, kemudian tidur, dan adakalanya beliau berwudhu lalu tidur.”
Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila seseorang dari kalian menggauli istrinya, kemudian ingin menggaulinya kembali maka hendaklah keduanya berwudhu, sesungguhnya wudhu itu akan menggairahkan kembali.”
Sikap Suami dan Istri dalam Rumah Tangga
Holilur Rohman dalam bukunya yang berjudul ‘Rumah Tangga Surgawi’ menjelaskan, ada beberapa bentuk adab suami yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan hadits.
- Memperlakukan Istri dengan Baik
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka itu (bagaikan) tawanan di sisi kalian. Kalian tidak berkuasa terhadap mereka sedikit pun selain itu, kecuali bila mereka melakukan perbuatan nista. Jika mereka melakukannya, maka tinggalkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika ia mentaati kalian, maka janganlah berbuat aniaya terhadap mereka. Mereka pun tidak boleh memasukkan siapa yang tidak kalian sukai ke tempat tidur dan rumah kalian. Ketahui-lah bahwa hak mereka atas kalian adalah kalian berbuat baik kepada mereka (dengan mencukupi) pakaian dan makanan mereka.” (HR Tirmidzi)
- Suami Sebagai Pemimpin
Dalam surat At-Tahrim ayat 6, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
- Nafkah untuk Keluarga
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi)” (HR. Muslim).
- Tanggung Jawab pada Pekerjaan Rumah
Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember” (HR Ibnu Hibban).
- Menasihati Istri dengan Baik
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Istri (terkadang) seperti tulang rusuk (yang bengkok dan keras). Jika kamu luruskan, kamu bisa mematahkannya. Jika kamu (biarkan, dan tetap) menikmatinya, maka kamu menikmati seseorang yang ada kebengkokan (kekurangan) dalam dirinya”. (Sahih Bukhari, no. hadits: 5239).