Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Dalam buku The Miracle of Amar Ma’ruf Nahi Munkar karya Ibnu Mas’ud, istilah amar ma’ruf nahi munkar berasal dari frasa Arab al-amru bil ma’ruf wan-nahyu ‘anil munkar. Istilah ini secara sederhana dapat dimaknai sebagai suatu perilaku yang bertujuan untuk mengajak atau memerintahkan orang lain melakukan kebaikan (ma’ruf) dan mencegah atau melarang mereka dari perbuatan buruk atau kejahatan (munkar).
Jika diuraikan secara lebih mendalam, setiap kata dalam frasa ini memiliki makna yang spesifik. Kata amar berarti “menyuruh” atau “mengajak”, sementara ma’ruf merujuk pada segala hal yang dianggap baik menurut syariat Islam, yaitu tindakan yang membawa manfaat dan mendekatkan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kata nahi memiliki arti “melarang” atau “mencegah”, sedangkan munkar mengacu pada segala bentuk perbuatan yang dianggap buruk atau bertentangan dengan syariat, yang menjauhkan pelakunya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kata al-amru dalam frasa amar ma’ruf nahi munkar memiliki pengertian mendalam, yaitu “menuntut pengadaan sesuatu”. Artinya, perintah ini tidak hanya sekadar ajakan, tetapi juga mencakup bentuk-bentuk seperti imbauan, seruan, ajakan, hingga instruksi tegas untuk melakukan kebaikan. Demikian pula, al-ma’ruf tidak hanya sekadar kebaikan, tetapi mencakup segala tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan diakui baik oleh masyarakat yang berlandaskan syariat.
Di sisi lain, an-nahy memiliki arti “mencegah pengadaan” suatu perilaku buruk. Konsep ini juga dapat mencakup makna seperti melarang, menjauhkan, menghindarkan, menentang, hingga mengancam agar seseorang tidak melakukan hal yang dilarang syariat. Sedangkan al-munkar mengacu pada segala bentuk kemaksiatan atau tindakan jahat yang bertentangan dengan ajaran Islam, yang pada akhirnya menjauhkan pelakunya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, an-nahyu ‘anil munkar dapat dipahami sebagai upaya untuk mencegah segala bentuk kemungkaran atau kejahatan dari terjadi.
Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Masih merujuk pada karya Ibnu Mas’ud, para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai hukum kewajiban menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum ini bersifat fardhu ‘ain, yang berarti setiap individu muslim memiliki kewajiban mutlak untuk menjalankannya. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa keberuntungan khusus dari Allah Subhanahu wa Ta’ala akan diberikan kepada mereka yang senantiasa melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Namun, pendapat lain menyatakan bahwa kewajiban ini bersifat fardhu kifayah. Artinya, jika sebagian kaum muslimin telah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka kewajiban tersebut gugur bagi yang lainnya. Sebaliknya, jika tidak ada yang melakukannya, maka seluruh umat Islam akan memikul tanggung jawab untuk menegakkan perintah ini.
Pandangan mengenai amar ma’ruf nahi munkar sebagai fardhu kifayah didukung oleh sejumlah ulama besar, seperti Abu Bakar Al Jashash, Al-Mawardi, Abu Ya’la Al-Hambali, Al-Ghazali, Ibnul Arabi, Al-Qurthubi, Ibnu Qudamah, An-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Asy-Syathibi, dan Asy-Syaukani. Pendapat ini menekankan pentingnya adanya kelompok yang secara aktif menjalankan amar ma’ruf nahi munkar demi menjaga keseimbangan masyarakat, sekaligus memastikan nilai-nilai Islam tetap terjaga.
Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang tidak hanya memiliki makna spiritual, tetapi juga fungsi sosial dalam menjaga keberlangsungan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat.