Apa Itu Tabzir?

by | Jan 6, 2025 | Info

Kata tabzir mungkin jarang kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Namun, masyarakat Indonesia tentunya sudah familiar dengan kata “mubazir”. Dalam bahasa Arab, mubadzir dan tabdzir memiliki akar kata yang sama.

Kata tabzir ini disebutkan dalam Al-Qur’an pada surah Al-Isra’ ayat 26 dan 27,

“…dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (26). Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya (27).”

Menurut tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, istilah “boros” dalam ayat tersebut diterjemahkan dari kata mubadzir atau tabzir. Dalam konteks ini, tabzir mengacu pada tindakan menghamburkan harta secara berlebihan, tanpa tujuan atau manfaat yang jelas. Perilaku seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam, yang mengedepankan prinsip hidup hemat, sederhana, dan bijaksana dalam mengelola sumber daya yang dimiliki.

Para ulama memberikan penjelasan yang beragam namun saling melengkapi mengenai pengertian mubazir atau tabzir. Imam Syafi’i, misalnya, menyatakan bahwa tabzir terjadi ketika seseorang membelanjakan hartanya di luar jalan yang benar, yaitu tidak sesuai dengan tuntunan syariat. Sementara itu, Imam Malik menambahkan dimensi lain, yaitu bahwa meskipun harta diperoleh dengan cara yang halal dan pantas, jika penggunaannya diarahkan pada hal-hal yang tidak bermanfaat atau tidak pantas, maka itu tetap termasuk tabzir.

Pendapat yang tidak kalah menarik datang dari ulama terkenal, Mujahid. Ia menjelaskan, “Walaupun seseorang menghabiskan seluruh hartanya untuk kebaikan atau jalan yang benar, dia tidaklah dikategorikan sebagai mubazir. Namun, walaupun hanya segantang padi yang dikeluarkan, jika itu dilakukan untuk sesuatu yang tidak benar, maka itu sudah termasuk mubazir.” Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa ukuran tabzir bukanlah banyak atau sedikitnya harta yang dikeluarkan, melainkan tujuan dan manfaat di balik penggunaannya.

Pandangan lain yang memperluas pengertian ini disampaikan oleh Qatadah. Ia menegaskan bahwa tabzir lebih spesifik merujuk pada penggunaan harta untuk jalan maksiat kepada Allah, yaitu untuk hal-hal yang merugikan, tidak bermanfaat, atau bahkan bertentangan dengan syariat. Dengan kata lain, tindakan menghabiskan harta dalam aktivitas yang merusak atau mendukung keburukan termasuk dalam kategori ini.

Dari berbagai pandangan para ulama tersebut, kita dapat memahami bahwa tabzir adalah tindakan melampaui batas dalam penggunaan harta, baik secara kuantitas maupun tujuan. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita diingatkan untuk menggunakan harta yang kita miliki dengan bijak, penuh pertimbangan, dan diarahkan untuk hal-hal yang mendatangkan manfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.